Ketentuan Jam Kerja di Indonesia

Ketentuan Jam Kerja di Indonesia berdasarkan undang-undang

Sungguh melelahkan bukan, bila kita diharuskan bekerja berjam-jam di dalam dan di luar kantor sehari-hari, bahkan ada yang sampai kerja lembur. Dalam upaya melindungi para pekerja, sebenarnya pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan mengenai jam kerja. Bagaimana UU mengatur mengenai jam kerja? Mari kita tela’ah bersama.

 

  1. Apa kata Undang-Undang mengenai Jam Kerja?
  2. Berapa lama sebenarnya jam kerja kita dalam sehari?
  3. Apakah 8 jam kerja sudah termasuk jam istirahat?
  4. Apakah saat melaksanakan ibadah dihitung jam kerja?
  5. Apakah jam kerja selama 40 jam/minggu berlaku untuk semua sektor usaha atau jenis pekerjaan?
  6. Sektor usaha atau pekerjaan apa saja dimana ketentuan jam kerja normal tidak berlaku?
  7. Apakah ada maksimal berapa lama jam kerja bagi sektor usaha atau jenis pekerjaan di atas?
  8. Dapatkah pekerja lebih dari 40 jam per minggu?
  9. Apakah perusahaan dapat mempekerjakan pekerjanya selama 12 jam per hari dengan kompensasi diganti dengan hari libur di hari berikutnya?
  10. Apakah perusahaan dapat mempekerjakan pekerjanya setiap hari tanpa hari libur mingguan, akan tetapi tetap 40 jam per minggu? Bagaimana hukumnya?
  11. Apakah upah dan/atau tunjangan makan saya dapat dipotong apabila saya hanya masuk setengah hari?
  12. Apakah upah dan/atau makan saya dapat dipotong apabila saya terlambat sampai di kantor?
  13. Perusahaan sering mengadakan upacara dan senam pagi yang wajib diikuti oleh pekerja akan tetapi kegiatan tersebut tidak dihitung dalam jam kerja, bagaimana hukumnya?
  14. Bolehkah perusahaan mempekerjakan pekerja hanya 4 jam sehari?
  15. Bagaimana pengaturan jam kerja selama pandemic COVID-19?
  16. Selama Work From Home (WFH) jam kerja bertambah akan tetapi tidak diberikan upah lembur? Apakah menyalahi aturan?

 

APA KATA UNDANG-UNDANG MENGENAI JAM KERJA? 

Jam Kerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam pasal 77 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020. Serta pasal 21 sampai dengan 25 Peraturan Pemerintah No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan Pemerintah ini muncul untuk melengkapi perubahan aturan perburuhan paska terbitnya UU Cipta Kerja.

 

BERAPA LAMA SEBENARNYA JAM KERJA KITA DALAM SEHARI?

Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU No. 13/2003 jo. UU No. 21/2020 dan pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telah disebutkan diatas yaitu:

  • 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
  • 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

Ketentuan waktu kerja diatas hanya mengatur batas waktu kerja untuk 7 atau 8 sehari dan 40 jam seminggu dan tidak mengatur kapan waktu atau jam kerja dimulai dan berakhir. 

Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur. Akan tetapi ada sektor usaha ataupun beberapa pekerjaan tertentu dimana ketentuan jam kerja di atas tidak berlaku. 

 

APAKAH 8 JAM KERJA SUDAH TERMASUK JAM ISTIRAHAT?

Waktu istirahat tidak termasuk ke dalam jam kerja. Pasal 79 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 menegaskan bahwa perusahaan harus memberikan waktu istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah pekerja melakukan pekerjaan terus menerus selama 4 jam dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja

 

APAKAH SAAT MELAKSANAKAN IBADAH DIHITUNG JAM KERJA?

Mengacu pada Pasal 79 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 yang membedakan waktu kerja dengan waktu istirahat, sekaligus menegaskan waktu kerja adalah waktu yang digunakan (hanya) untuk melakukan pekerjaan, maka dapat disimpulkan waktu melaksanakan ibadah tidak termasuk dalam waktu kerja. Pelaksanaan ibadah di beberapa perusahaan biasanya menggunakan waktu istirahat yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja. Meski demikian harus diingat bahwa melaksanakan ibadah merupakan hak pekerja. Pasal 80 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. 

 

APAKAH JAM KERJA SELAMA 40 JAM/MINGGU BERLAKU UNTUK SEMUA SEKTOR USAHA ATAU JENIS PEKERJAAN?

Tidak. Ketentuan waktu kerja selama 40 jam/minggu (sesuai dengan Pasal 77 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 13/2003 dan Pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. 

Lebih lanjut pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu dapat menerapkan waktu kerja yang kurang atau lebih dari ketentuan tersebut.

 

SEKTOR USAHA ATAU PEKERJAAN APA SAJA DIMANA KETENTUAN JAM KERJA NORMAL TIDAK BERLAKU?

Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja kurang dari ketentuan normal, yakni perusahaan yang mempunyai karakteristik: 

  1. penyelesaian pekerjaan kurang dari 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan kurang dari 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu
  2. waktu kerja fleksibel, atau
  3. pekerjaan dapat dilakukan di luar lokasi kerja. 

Sementara ayat (3) dan penjelasannya menyebut perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja lebih dari ketentuan normal,  antara lain usaha energi dan sumber daya mineral pada daerah tertentu, sektor usaha pertambangan umum pada daerah operasi tertentu, kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, sektor agribisnis hortikultura, dan sektor perikanan pada daerah operasi tertentu. 

Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan waktu kerja lebih dari waktu kerja normal, disebut juga dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Pasal 3 ayat (1), menyebut pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud yaitu:

  • Pelayanan jasa kesehatan;
  • Pelayanan jasa transportasi;
  • Usaha pariwisata;
  • Jasa pos dan telekomunikasi;
  • Penyediaan tenaga listrik,
  • Jaringan pelayanan air bersih (PAM)
  • Penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
  • Usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
  • Media massa;
  • Pekerjaan bidang pengamanan;
  • Bidang lembaga konservasi;
  • Pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.

 

APAKAH ADA MAKSIMAL BERAPA LAMA JAM KERJA BAGI SEKTOR USAHA ATAU JENIS PEKERJAAN DI ATAS?

Ada. Perusahaan pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang menerapkan waktu kerja lebih dari ketentuan normal, memiliki aturan khusus waktu kerja yang telah ditetapkan oleh Menteri. 3 sektor usaha yang telah diatur oleh Menteri Ketenagakerjaan, seperti:

  1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 234/MEN/2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu, memberi pilihan beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Jam kerja dengan ketentuan maksimal adalah 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 154 (seratus lima puluh empat) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja. dengan ketentuan maksimum 14 (empat belas) hari terus menerus dan istirahat minimum 5 (lima) hari dengan upah tetap dibayar. (pasal 2 ayat (1) huruf n dan pasal 5 ayat (2)
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-15/Men/VII/2005 tentang Jam Kerja dan Jam Istirahat pada Sektor Usaha Pertambangan Umum di Daerah Operasi Tertentu, mengatur waktu kerja paling lama adalah periode kerja maksimal 10 (sepuluh) minggu berturut-turut bekerja, dengan 2 (dua) minggu berturut-turut istirahat. Dalam periode kerja 10 minggu secara terus-menerus itu mendapat 1 hari istirahat setiap 2 minggu. Jika perusahaan memilih jam kerja dengan periode tersebut, maka jam kerja maksimalnya adalah 12 jam sehari (pasal 2 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
  3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Per.11/MEN/VII/2010 Jam Kerja dan Jam Istirahat pada Bidang Perikanan di wilayah operasi tertentu. Perusahaan di bidang perikanan termasuk perusahaan jasa penunjang dapat memilih salah satu dan/atau lebih beberapa jam kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan, paling lama periode kerja 4 (empat) minggu berturut-turut bekerja, dengan 5 (lima) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja itu. Dalam periode kerja 4 minggu berturut-turut itu diberikan 1 (satu) hari istirahat setiap 2 minggu. Jika perusahaan memilih jam kerja dengan periode tersebut, maka jam kerja maksimalnya adalah 12 jam sehari (pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (2). 

 

DAPATKAH PEKERJA BEKERJA LEBIH DARI 40 JAM KERJA DALAM SEMINGGU?

Ya. Pasal 27 (1) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 menyebut pengusaha dapat mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja 40 jam dalam seminggu, dengan kewajiban membayar Upah Kerja Lembur

 

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MEMPEKERJAKAN PEKERJANYA SELAMA 12 JAM PER HARI DENGAN KOMPENSASI DIGANTI DENGAN HARI LIBUR DI HARI BERIKUTNYA?

Berdasarkan pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 diatur  maksimal jam kerja per hari adalah 7 jam untuk 6 hari kerja dan 8 jam untuk 5 hari kerja. Jika perusahaan mempekerjakan pekerjanya hingga 12 jam sehari dan jam kerja normal adalah 8 jam sehari , maka perusahaan wajib membayar 4 jam upah Kerja Lembur (pasal 27 ayat (1).

Harus menjadi perhatian pula bahwa kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu (pasal 26 ayat (1)

 

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MEMPEKERJAKAN PEKERJANYA SETIAP HARI TANPA HARI LIBUR MINGGUAN, AKAN TETAPI TETAP 40 JAM PER MINGGU? BAGAIMANA HUKUMNYA?

Tidak. Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 mewajibkan Pengusaha untuk memberikan waktu istirahat mingguan kepada pekerja. Masa istirahat mingguan tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari setelah 6 (enam) hari kerja atau tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari setelah 5 (lima) hari kerja dalam satu minggu.

 

APAKAH UPAH DAN/ATAU TUNJANGAN MAKAN SAYA DAPAT DIPOTONG APABILA SAYA HANYA MASUK SETENGAH HARI?

Pengertian tunjangan makan pekerja adalah pemberian sejumlah uang dari perusahaan kepada pekerja untuk kebutuhan makan selama jam kerja berlangsung. Apabila anda hanya masuk setengah hari, anda bisa saja dianggap tidak berhak menerima tunjangan yang sifatnya dibutuhkan selama jam kerja berlangsung. Namun demikian pemotongan ini harus diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Di dalamnya dapat dibuat syarat pemotongan, besarnya pemotongan, maupun mekanisme pemotongannya.

 

APAKAH UPAH DAN/ATAU MAKAN SAYA DAPAT DIPOTONG APABILA SAYA TERLAMBAT SAMPAI DI KANTOR?

Perusahaan dapat melakukan pemotongan upah jika pekerja terlambat hadir di tempat kerja, dengan syarat, sepanjang telah diatur dalam perjanjian tertulis, yakni perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Di dalamnya dapat dibuat syarat pemotongan, besarnya pemotongan, maupun mekanisme pemotongannya.

 

PERUSAHAAN SERING MENGADAKAN UPACARA DAN SENAM PAGI YANG WAJIB DIIKUTI OLEH PEKERJA AKAN TETAPI KEGIATAN TERSEBUT TIDAK DIHITUNG DALAM JAM KERJA, BAGAIMANA HUKUMNYA?

Di dalam peraturan perundang-undangan tidak dijelaskan mengenai upacara/senam termasuk dalam jam kerja. Ketentuan seperti ini dapat diatur dalam Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, atau Perjanjian Kerja Bersama.

 

BOLEHKAH PERUSAHAAN MEMPEKERJAKAN PEKERJA HANYA 4 JAM SEHARI?

Boleh. Waktu kerja inilah yang dimaksud oleh pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021 sebagai sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja kurang dari ketentuan normal, yakni perusahaan yang mempunyai karakteristik penyelesaian pekerjaan kurang dari 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari.

Berdasarkan aturan tersebut tidak disebutkan waktu kerja minimal dalam melakukan pekerjaan. Hal ini dikembalikan lagi kepada Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

 

BAGAIMANA PENGATURAN JAM KERJA SELAMA PANDEMI COVID-19?

Untuk mencegah penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meningkat, Pemerintah telah membuat kebijakan antara lain dengan menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat di sejumlah daerah. Kondisi ini telah mempengaruhi beberapa aspek di bidang ketenagakerjaan, terutama yang terkait dengan penyesuaian terhadap pelaksanaan hubungan kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 13 Agustus 2021, Menteri Ketenagakerjaan RI menandatangani Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 104 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan selama masa pandemi Covid19, terutama bagi perusahaan yang terdampak Covid-19.

3 bagian besar yang diatur dalam pedoman ini, ialah:

  1. Pelaksanaan Sistem Kerja Selama Pandemi Covid-19
  2. Pelaksanaan Upah dan Hak-Hak Pekerja/ Buruh Lainnya, dan
  3. Langkah-Langkah Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja

Mengenai pelaksanaan sistem kerja selama Pandemi Covid-19, pengaturannya demikian:

  1. Pengusaha dapat memerintahkan kepada pekerja untuk bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan bekerja di kantor/tempat kerja atau Work From Office (WFO) dengan tetap menerima upah. 
  2. Pelaksanaan WFO dapat dilakukan sebagai berikut: 
    1. Menentukan persentase jumlah pekerja yang melakukan WFO mengacu pada kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah. Contoh: Pemerintah menetapkan kebijakan pembatasan kegiatan usaha pada daerah tertentu dengan kapasitas maksimal 50% (lima puluh persen) pekerja pada fasilitas produksi/pabrik dan 10% (sepuluh persen) pekerja untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional. 
    2. Mengatur pembagian hari kerja dalam 1 (satu) bulan secara bergiliran untuk memberikan kesempatan bagi pekerja agar dapat bekerja dengan tetap memperhatikan kapasitas maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah. Contoh: Dalam 1 (satu) bulan perusahaan menentukan 25 (dua puluh lima) hari kerja, dan perusahaan dapat mengatur pembagian waktu kerja,setengah pekerja bekerja untuk 13 (tiga belas) hari kerja, sedangkan setengahnya lagi bekerja untuk 12 (dua belas) hari kerja. 
    3. Perusahaan dapat melakukan pengurangan jam kerja dengan menerapkan kerja shift  dengan ketentuan tidak boleh melebihi kapasitas maksimal seperti di atas.
  3. Merumahkan pekerja merupakan tindakan pengusaha meliburkan atau membebaskan pekerja dari pekerjaannya dengan cara memerintahkan tinggal di rumah selama batas waktu tertentu karena kebijakan perusahaan yang menerapkan jadwal hari kerja secara bergilir. Contoh: Perusahaan menerapkan jadwal kerja bagi pekerja/buruh secara bergilir yaitu 1 (satu) hari bekerja dan 1 (satu) hari libur atau 1 (satu) minggu bekerja dan 1 (satu) minggu libur, dan sebagainya. Selama perusahaan terdampak pandemi Covid- 19 yang berakibat merumahkan pekerja, pada prinsipnya meskipun pekerja tidak melakukan pekerjaan, tetap masih mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha dan tidak ada pemutusan hubungan kerja.

Sejalan dengan pedoman ini, daerah yang mengalami pembatasan ketat dan mengatur dengan rinci jam kerja selama pandemi Covid 19 adalah wilayah Jabodetabek. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di wilayah ini menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Wilayah Jabodetabek. Surat Edaran ini berisi:

  1. Pengaturan jam kerja
    1. Pengaturan jam kerja antar-shift wajib dilakukan dengan jeda minimal 3 jam.
    2. Shift 1: masuk antara pukul 07-00-07.30 dan pulang antara pukul 15.00 - 15.30.
    3. Shift 2: masuk antara pukul 10.00 - 10.30 dan pulang antara pukul 18.00 - 18.30.
  2. Pengaturan jam kerja dikecualikan untuk jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus-menerus.
  3. Jumlah pegawai/karyawan yang bekerja dalam shift diatur secara proporsional mendekati perbandingan 50:50 untuk setiap shift.
  4. Pengaturan jam kerja ini diikuti oleh:
    1. optimalisasi penerapan kerja dari rumah dan keselamatan bagi kelompok rentan
    2. penyusunan dan penerapan pengaturan teknis operasional jam kerja oleh masing-masing instansi/kantor/pemberi kerja dengan tetap menjalankan protokol kesehatan
    3. penyusunan dan penerapan pengaturan teknis operasional sarana dan prasarana transportasi, serta pemanfaatan fasilitas publik oleh otoritas/pengelola/penyelenggara dengan tetap menjalankan protokol kesehatan

 

SELAMA WORK FROM HOME JAM KERJA BERTAMBAH AKAN TETAPI TIDAK DIBERIKAN UPAH LEMBUR? APAKAH MENYALAHI ATURAN?

Sebagaimana diketahui, pelaksanaan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah dilakukan guna mencegah risiko penularan infeksi COVID-19. Meski ada penyesuaian, pengaturan mengenai jam kerja tetap sesuai dengan aturan Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU No. 13/2003 jo. UU No. 21/2020 dan pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021, yakni: 

  1. 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu; atau
  2. 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.

Jika melebihi dari aturan tersebut maka perusahaan wajib membayar upah lembur kepada pekerja sesuai dengan UU yang berlaku.

 

Baca Juga:

Istirahat Kerja

Waktu Kerja Lembur

Upah Lembur

 

Sumber:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
  4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus
  5. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep.234//Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pada Sektor Usaha Energi Dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu
  6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-15/Men/VII/2005 tentang Jam Kerja dan Jam Istirahat pada Sektor Usaha Pertambangan Umum di Daerah Operasi Tertentu
  7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 11/MEN/VII/2010 Jam Kerja dan Jam Istirahat pada Bidang Perikanan di wilayah operasi tertentu. 
  8. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 104 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) 
  9. Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Wilayah Jabodetabek
 
Loading...